Oleh : M. Gunawan Tarmudi N.


 

Sempat heboh di media sosial khusunya bagi penggemar K-Pop tanah air, karena ada Dita Karang, orang Indonesia yang berhasil menjadi salah satu idol K-Pop di industri Korea Selatan.  Dita banyak mendapat perhatian dan dukungan dari netizen Indonesia, sehingga namanya cukup terkenal bagi K-Popers tanah air. Namun, ada juga idol K-Pop asal Indonesia yang justru kurang didukung oleh netizan Indonesia. Hanya karena wajahnya tidak seperti “wajah pribumi”. Lalu yang jadi pertanyaan sekarang, seperti apa wajah pribumi atau wajah orang Indonesia itu ? apakah aku, kamu, ataukah seperti mbak Dita Karang ?

Member K-Pop Asal Indonesia

            Anak Agung Ayu Puspa Aditya Karang atau yang lebih dikenal dengan Dita Karang merupakan perempuan keturunan Jawa-Bali yang sekarang melebarkan sayapnya di industri K-Pop. Dita Karang menjadi salah satu member Girl Grup ternama bernama Secret Number. Tampilnya Dita Karang di Industri K-Pop menarik perhatian netizen tanah air, Indonesia akan banyak dikenal oleh dunia, lewat debunya Dita Karang di industri Korea Selatan. Dita Karang juga sering menggunakan bahasa Indonesia dan banyak membicarakan Indonesia, sehingga banyak dukungan warganet tanah air mengalir untuk Mbak Dita.

Terlepas dari  Dita Karang, ternyata ada idol lain yang berasal dari Indonesia, namun kurang mendapat dukungan dari warganet seperti Dita Karang. Loudi, seorang pria asal Yogyakarta yang mempunyai nama asli Edward Wen, yang lebih dahulu terjun di dunia K-Pop Korea Selatan. Sebenarnya Loudi banyak mendapat dukungan dari warganet tanah air, namun banyak pula warganet yang menghujat Loudi dengan berbagai alasan.

“Tapi, sepertinya nggak terlu banyak orang yang mengapresiasi, bahkan dulu yang banyak adalah komentar-komentar negatif, karena aku tidak terlihat seperti orang Indonesia…….” tulis Loudi dalam salah satu instatorynya.

Memang, jika dilihat wajah Dita Karang sangat lokal, dengan mata berkelopak yang besar, rambut hitam panjang (ketika awal tampil debut), dan kulit sawo matang khas Asia Tenggara Indonesia. Berbeda dengan Loudi yang justru lebih mirip orang Asia Timur (Tiongkok-Jepang-Korea). Bagaimanapun, baik Dita ataupun Loudi, sama-sama warga Indonesia yang berusaha membawa nama Indonesia di kancah Internasional.

Nenek Moyang Bangsa, Pribumi, dan Orang Indonesia

Indonesia penuh dengan keberagaman, baik bahasa, ras, suku, maupun agama. “Bhineka Tunggal Ika” menjadi semboyan bangsa Indonesia, bahkan sudah digaungkan jauh sebelum Indonesia merdeka. Jadi, tidak bisa menilai Indonesia hanya dengan melihat satu sisi saja, termasuk soal “Orang Indonesia” itu sendiri.

Sebenarnya, nenek moyang bangsa Indonesia itu sama, ada 3 suku bangsa awal yang mendiami Indonesia. Pertama, adalah suku bangsa Melanesia, dengan ciri-ciri kulit hitam hingga coklat, bibir tebal, dan rambut keriting. Sekarang banyak suku-suku keturunan bangsa ini yang tinggal di Papua dan Indonesia bagian Timur. Kedua, adalah bangsa Proto Melayu, dengan ciri-ciri warna kulit sawo matang dan rambut lurus, suku-suku keturunan Proto Melayu diantaranya adalah suku Dayak, suku Bugis, dan Suku Nias. Ketiga, adalah suku bangsa Deutro Melayu dengan ciri-ciri kulit coklat hingga kuning langsat, rambut keriting hingga lurus, adapun diantara suku-suku keturunannya adalah Suku Jawa, Suku Sunda, Suku Bali, hingga suku Minang, serta menjadi mayoritas penduduk Indonesia saat ini. Hingga akhirnya,  terdapat +- 1.430 suku di Indonesia dengan keberagamannya masing-masing.

Istilah “Pribumi” sendiri muncul pasca penjajahan bangsa barat di Indonesia. Belanda membuat penggolongan terhadap masyarakat yang tinggal di Hindia-Belanda (Nusantara=Indonesia). Belanda menggolongkan masyarakat dalam 3 golongan. Pertama, Golongan Eropa, yang merupakan golongan tertinggi di Hindia-Belanda dan terdiri dari oarang-orang Belanda dan bangsa Eropa lainnya. Kedua, Golongan Timur Asing, yang terdiri dari orang Tiongkok (Cina), Arab, India, dan Pakistan. Orang-orang timur asing ini sebenarnya sudah datang, tinggal, dan menetap, bahkan menikah dengan masayarakat lokal. Ketiga, adalah Golongan Pribumi, yang terdiri dari penduduk lokal dan asli keturunan Indonesia (bumiputera), yang menempati lapisan terendah dan terbawah, dan golongan ini rentan dengan berbagai perlakuan diskriminasi.

Jika kita lihat penggolongan Belanda tersebut banyak sekali bangsa yang tinggal di Indonesia, selain ribuan suku asli Indonesi, terdapat pula bangsa Eropa (Belanda, Inggris, Spanyol, dan Portugis), serta orang Asia lainnya (Cina, Arab, hingga India). Keberadaan bangsa asing tersebut tentu membawa keberagaman bagi keturunan bangsa Indonesia di masa mendatang.

Istilah “Pribumi” mungkin sudah hilang semenjak kemerdekaan Indonesia. Kata “pribumi” sudah digantikan dengan “Orang Indonesia” yang menunjukkan bahwa orang tersebut berkebangsaan Indonesia. Termasuk orang yang dulunya “asing” di Indonesia (Keturunan Eropa, Cina, dan Timur Tengah), mereka telah hidup dan menetap lama di Indonesia, serta menjadi warga negara Indonesia asli. Bahkan tidak sedikit yang menikah dengan orang bumiputera, Sehingga menambah keberagaman “orang Indonesia” di Indonesia.

Bonnie Triyana, pendiri majalah Historia berpendapat bahwa “……kita harus membuka mata orang, bahwa Indonesia itu satu kontruksi politik yang dicipakan pada awal abad 20, sehingga istilah “Pribumi” dan “Non Pribumi” tidak bisa berlaku, melainkan seorang individu diakui sebagai warga negara karena status hukum Republik Indonesia, dan dalam konstitusi Indonesia tidak ada keharusan harus satu etnis tertentu……..

Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika di Indonesia menaungi berbagai suku dan keberagaman di dalamnya, serta menunjukkan kesatuan dan kesetaraan di Indonesia. Namun, isu Rasisme masih sangat mencolok di Indonesia, etnosentrisme juga masih sering terjadi di Tanah Air. Keberagaman ini harusnya membuat kita semakin bangga atas kekayaan yang dimiliki Nusantara, bukan sebagai ajang etnosentrisme.

Najwa Sihab pernah berkata “keberagaman itu harus diakui dan harusnya dirayakan, bukan sesuatu yang harus disembunyikan karena takut memunculkan keretakan, dan ini memperkuat keyakinan bahwa Indonesia ini bukan soal garis keturunan atau dari mana kita berasal, yang menjadikan kita Indonesia adalah niat unuk bersama dan menjadikan Indonesia ini rumah bagi semua”

Perbedaan akan terus ada, karena sejatinya masing-masing individu itu adalah mahluk yang unik. Indonesia tidak memandang perbedaan itu, namun Indonesia adalah bagaimana kita bersatu dalam perbedaan itu. Indonesia adalah satu, dan Indonesia adalah kita semua. Sehingga, kita harusnya memperkuat satu sama lain, dengan saling memberi support diantara sesama warga Indonesia.

 

Diambil dari berbagai sumber