Karakter VS Prestasi Remaja

Oleh : Nur Hidayati, S.Pd., Gr.

English Teacher of SMA Muhammadiyah Al Kautsar PK Kartasura

 

Millenial, kata baru untuk saya, anda dan kita. Segala aktivitas yang kita lakukan bisa mudah dilakukan dengan bantuan teknologi. Orang- orang sudah mulai berpikir praktis terhadap segala yang yang berkaitan dengan kehidupan mereka, bahkan sampai pada cara mendidik anak. Orang tua mendidik anak di era millennial pengennya cepat, praktis, mudah, tetapi kadang bingung bagaimana menghadapi anak mereka.

Saya memiliki cerita di lahan parkir di sebuah pusat perbelanjaan. Ada dua ibu-ibu muda secara tidak sengaja berpapasan. Ternyata mereka adalah kawan lama yang lama tidak berjumpa. Mereka bertegur sapa dengan riangnya saling menanyakan kabar.

“Ratna, ini Ratna SMA 86 kan?” ucap salah satu dari wanita tersebut.

 

“Iya, wah Dewi. Aduh pangling udah lama gak ketemu. Terakhir kali pas reunian, sekarang gendutan ya. “

“Bagaimana kabar Ihsan sekarang? Sekolah dimana jeng?” Tanya Ratna

 

“Alhamdulillah baik. Iya Alhamdulillah Ihsan SMA Gunadarma, Jeng.” Jawab Dewi dengan senyum manis merekah.

 

“Imam sekolah diterima di SMA Favorit Pelita Harapan Jeng. Prestasinya luar biasa aku bangga sekali dengan dia”

 

Bu Ratna hanya tersenyum dengan perbincangan dua orang kawan lama yang lama tidak melempar senyum ini. Tiba-tiba Imam berjalan dari dari arah mobil mereka dengan muka masam dan langkah kaki terburu-buru.

“Ibuk gimana lama amat sih, keburu panas. Tadi katanya lima menit doang. Ayuk pulang” protes Imam kepada ibuknya.

Sang ibu hanya tertunduk, lalu menghentikan percapakan antara kawan lama ini.

”Bu Dewi saya duluan ya, semoga kita bisa bertemu lagi.”

Mereka berpisah dengan saling melempar salam . Ibu Ratna kembali berjalan kearah mobil untuk bergegas pulang bersama Imam.

Setelah mereka berpisah ibu Dewi sampai rumah dan ketika membuka pintu, tiba-tiba dia mendapat kejutan pelukan dan seikat bunga dari Ihsan, putranya.

Betapa bahagia perasaan orang tua yang mendapat perlakuan baik dari anaknya.

Dari cerita diatas kita dapat mengambil hikmah. Pendidikan yang terbaik yag kita berikan pada anak-kita kita dengan ukuran prestasi nampak tidak kekal, hanya kebanggaan sesaat dan sekali waktu tetapi Pendidikan terbaik yang kekal sampai kapanpun adalah karakter baik dari anak-anak kita.

Dewasa ini banyak orang tua yang memiliki pemikiran untuk mengambil jalan mudah, cepat, dan praktis dalam mendidik anaknya. Orang tua yang di jaman modern ini disibukkan dengan dengan pekerjaan yang menyita waktu bersama anaknya. Banyak orang tua milenial yang berpikir bahwa ketika kita sudah mempersiapkan segala peralatan sekolah terbaik bagi anak secara lengkap berarti sudah cukup. Padahal kita melupakan sebenarnya kebutuhan utama apa yang dibutuhkan anak kita.

Kebanyakan orang tua bangga dengan prestasi anak yang gemilang, tapi kita melupakan prestasi yang hakiki dalam kehidupan seorang anak adalah karakternya. Pendampingan orang tua terhadap karakter anak sebenarnya dimulai sejak dalam kandungan hingga remaja.

Usia remaja sebenarnya bukanlah usia yang layak untuk dilepas dan dibebaskan dalam menentukan pilihan hidup mereka. Terkadang orang tua kebingungan bagaimana melakukan pendekatan kepada anak mereka disaat usia remaja. Memasuki usia 13-14 tahun remaja menjadi lebih emosional. Orang tua sudah harus mulai mempersiapkan diri untuk menghadapi sikap remaja yang tiba-tiba sensitif terhadap perbedaan pendapat disekitarnya, dan mulai bereaksi keras terhadap orang tua.

Menurut suatu penelitian, tekanan social dari teman-temanya membuat remaja usia 11-15 tahun merasa sangat sedih dan cemas terhadap diri maupun lingkungannya. Dalam hal ini orang tua dapat mengajarkan dan memberikan contoh ketrampilan menenangkan diri seperti introspeksi diri, segera berwudhu dan beristigfar, berolahraga, membaca Qur’an dll. Tidak lupa juga ketrampilan antar personal, termasuk membaca ekspresi dan bahasa tubuh. Orang tua harus pandai mendorong anaknya untuk memilih teman berdasarkan kesamaan minat bukan karena kesenangan atau popularitas dan berusaha meninggalkan teman yang tidak baik. Jangan lupa juga untuk mengajari mereka meminta maaf dan memperbaiki pertemanan setelah terjadi perselisihan agar mereka belajar berkompromi.

Anak mulai memasuki usia 15-16 tahun mulai memiliki kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang berbahaya. Hal ini menyebabkan remaja diusia ini cenderung tidak memiliki rasa takut, mereka belum mampu menilai situasi yang beresiko bahkan setelah diperingatkan. Kemampuan remaja dalam bergaul dan mempertahankan teman-taman yang baik sangat berguna pada tahap usia ini. Usahakan anak memiliki lingkungan teman yang memberikan dampak positif dan suportif terhadap perkembangan anak.

Tentunya sebagai orang tua kita berharap anak-anak kita menjadi anak yang berprestasi dan berkarakter baik. Orang tua butuh persiapan dan bekal ilmu dalam mendidik dan membimbing anak-anaknya.Semoga generasi kita adalah generasi yang berakidah dan berakhlak mulia. Aamiin.