Keimanan Hindarkan dari Psikosomatik?

Oleh: Siti Nur Azizah, S.Sos.

~ Counseling Guidance Teacher in SMA Muhammadiyah Al Kautsar PK Kartasura~

____________________________________________________

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Kita pasti pernah merasa saat pikiran sedang kacau, atau terlampau banyak pikiran yang kemudian membuat hati menjadi cemas atau kemrungsung dan berdampak pada rasa sakit di perut, atau kepala? Atau mungkin saat salah satu bagian tubuh kita sakit dalam jangka waktu lama, yang kemudian menjadikan kita depresi atau bahkan stres?

Dalam ilmu psikologi, hal itu dinamakan psikosomatik, yang berasal dari bahasa yunani, psyche artinya jiwa atau “intelek”  dan soma artinya “tubuh”.  Sehingga, dapat dikatakan bahwa pikiran dapat memberi akibat pada tubuh menjadi sakit atau penyakit yang terjadi pada fisik mengakibatkan kekacauan pikiran. (Hubbard, 2009)

Nevid (2003) menambahkan bahwa psikosomatik merupakan gangguan fisik dimana faktor psikologi berperan membantu munculnya atau menjadi penyebab suatu gangguan fisik akibat dari kegiatan fisiologis berlebihan dalam mereaksi gejala emosi. Gangguan yang menyerang  tersebut dapat berupa pusing, tubuh lemas, keluar keringat dingin, hingga sakit jantung.

Jika seseorang memiliki emosi menumpuk, maka dimungkinkan terjadi goncangan atau kekacauan pada dirinya. Jika faktor-faktor yang menyebabkan memuncaknya emosi itu berkepanjangan, maka secara otomatis ia akan dipaksa untuk menekan perasaan tersebut. Perasaan cemas, tertekan, kesepian dan kebosanan yang tidak teratasi dengan baik dapat mempengaruhi kesehatan fisik. Karna secara umum perasaan cemas, ataupun tertekan berkepanjangan adalah pengalaman emosional yang tidak diharapkan oleh seseorang.

Penelitian yang dilakukan Mubarok (2000) menjelaskan bahwa kecemasan dapat diikuti oleh perubahan fisik, seperti debaran jantung yang lebih cepet, tekanan darah meninggi, hilangnya selera makan, tidur terganggu, dan pingsan. Selain itu, stress, pola perilaku berpikir, dan kondisi rentan individu terhadap tekanan fisik dan psikis juga berperan dalam menyebakan psikosomatik.

Padahal mungkin sudah berkali-kali terbukti hasil dari pemeriksaan negatif dan juga dijelaskan oleh dokter bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhan tersebut, namun tetap dilakukan. Karna psikosomatik adalah sekumpulan penyakit fisik baik dalam bentuk disfungsi ataupun perubahan patologis yang disebabkan oleh emosi yang berlebihan dalam diri seseorang.

Keluhan fisik dari gejala psikosomatik yang muncul bisa berupa, pegal-pegal, nyeri di bagian tubuh tertentu, mual, muntah,kembung dan perut tidak enak, sendawa, kulit gatal, kesemutan, mati rasa, sakit kepala, nyeri bagian dada, punggung dan tulang belakang.

Cara mencegah diantaranya dengan bergerak, atau berolahraga agar dapat menjaga imunitas tubuh, kesehatan jiwa serta mencegah panik yang berlebihan.  Selain itu, Berpikir positif, tidur cukup, tubuh menerima asupan sehat, merilekskan tubuh, dan sharing atau berdiskusi. (Febriana, 2016) sedangkan dalam penanganannya, jika berhubungan dengan fisik dapat dilakukan sesuai keluhan, dan jika berhubungan dengan psikologis akan direkomendasikan pada psikoterapi dan sosioterapi serta psikofarmakoterapi.

Salah satu trik berpikir positif adalah dengan keimanan. Seperti yang tertera dalam QS. Ar Ra’d ayat 28 yakni :

الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

 

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.

 

Seperti yang diungkpakan Al Imam al ‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : “…Sesungguhnya, hati tidak akan (merasakan) ketenangan, ketenteraman, dan kedamaian, melainkan jika pemiliknya berhubungan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala (dengan melakukan ketaatan kepadaNya)… sehingga, barangsiapa yang tujuan utama (dalam hidupnya), kecintaannya, rasa takutnya, dan ketergantungannya hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ia telah mendapatkan kenikmatan dariNya, kelezatan dariNya, kemuliaan dariNya, dan kebahagiaan dariNya untuk selama-lamanya”. (Fawa-id al Fawa-id, Syamsuddin Ibnu Qayyim al Jauziyah (751 H), Tartib dan Takhrij Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid al Halabi al Atsari, Daar Ibn al Jauzi, Dammam, KSA, Cetakan V, Tahun 1422 H)

Nah, ketika kita merasa dekat dengan Allah, lewat ibadah yang sudah Allah tetapkan. Maka semestinya hati kita lebih tenang, tidak ngoyo, tidak mudah stress ataupun emosional yang berlebihan.

Jadi mari gunakan Ramadhan ini menjadi pemicu kita untuk lebih dekat dan mengenal Allah sehingga jiwa kita ikut merefleksi tubuh kita sehingga terhindar dari psikosomatik.

Sukoharjo, 27 April 2020