Oleh : M. Najib Al Faruq, S.Pd.I., M.Pd.
Guru Bahasa Arab SMA Muhammadiyah Al Kautsar PK Kartasura
____________________________________________________
Berbicara mengenai istilah “akal”, istilah ini tidak jelas sejak kapan menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia. Yang pasti, istilah ini diambil dari bahasa Arab, yaitu dari kata aqala-ya’qilu-‘aqlan dan sudah digunakan oleh orang Arab sebelum datangnya agama Islam, yang berarti kecerdasan praktis (practical intelligence) yang ditunjukkan seseorang dalam situasi yang berubah-ubah.
Akal menurut pengertian pra-Islam ini berhubungan dengan pemecahan masalah. Sedangkan orang berakal menurut pendapat ini adalah orang yang memiliki kecerdasan untuk menyelesaikan masalah setiap kali ia dihadapkan pada problem dan selanjutnya dapat melepaskan diri dari bahaya yang ia hadapi. Hal ini bisa dipahami dari kebiasaan orang Arab zaman jahiliyah, yang menyebut ‘aqil sebagai orang yang dapat menahan amarahnya, dan oleh karena itu dapat mengambil sikap dan tindakan yang berisi kebijaksanaan dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
Secara etimologis, “akal” yang berasal dari bahasa Arab al-‘aql berarti rabth (ikatan, tambatan), ‘uqul (akal pikiran), fahm (paham, mengerti), qalb (hati), al-hijr (menahan), an-nahy (melarang), dan al-man’u (mencegah). Akal juga bisa berarti cahaya Robbani, yang dengannya jiwa dapat mengetahui sesuatu yang tidak dapat diketahui oleh indera. Sedangkan dalam Kamus Ilmu Al-Qur’an disebutkan bahwa kata ‘aql searti dengan akal, wisdom atau reason, yang mempunyai tugas berpikir atau memikirkan atau menghayati dan melihat atau memperhatikan alam semesta. Kebanyakan ahli tafsir mengartikan akal tidak hanya dengan arti pikiran semata, tetapi juga perasaan.
Menurut Muhammad Fuad Abd Al-Baqi akal bukanlah wujud yang berdiri sendiri, melainkan inheren dalam jati diri manusia. Oleh karena itu, akal merupakan pra-syarat adanya manusia yang hakiki. Artinya, manusia belum dipandang sebagai layaknya manusia apabila belum sempurna akalnya. Sebab, akal merupakan kemampuan khas manusiawi yang secara potensial dapat didayagunakan untuk mendeskripsikan dan memikirkan fenomena-fenomena serta melakukan penalaran yang akhirnya mengantarkan manusia untuk mengambil keputusan dan melakukan suatu tindakan. Tegasnya, manusia belum dianggap sebagai manusia jika belum menggunakan potensi akalnya secara fungsional atau untuk berpikir.
Akal memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan mulia sekali di dalam Islam. Dengan akal maka terselamatlah diri daripada mengikuti hawa nafsu yang sentiasa menyuruh untuk melakukan keburukan. Dan setiap perbuatan buruk adalah yang akan membawa manusia ke Neraka Jahannam, Allah berfirman:Dan mereka berkata: “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatanitu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyalanyala”. [Q.S. Al-Mulk: 10]
Ayat ini menerangkan tentang penyesalan para penghuni neraka yang tidak mau mendengar dan menggunakan akal ketika hidup di dunia. Berarti, kedudukan akal sangat tinggi dan mulia sekali; yaitu mampu memelihara manusia dari api neraka.
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan peran dan fungsi akal secara optimal, sehingga akal dijadikan sebagai standar seseorang diberikan beban taklif atau sebuah hukum. Jika seseorang kehilangan akal maka hukum pun tidak berlaku baginya. Saat itu dia dianggap sebagai orang yang tidak terkena beban apapun.
Dengan demikian, pendidikan pengembangan akal menjadi salah satu tujuan antara pendidikan, yakni ahdâf al aqliyyah. Pendidikan pengembangan akal pada akhirnya akan berakumulasi dengan pendidikan pengembangan jasmani dan ruhani untuk mencapai tujuan akhir pendidikan Islam, yakni insân kâmil (manusia seutuhnya) yang mempunyai kesadaran, pemahaman, dan pengamalan akan posisi dirinya di antara Allah, alam, dan sesama manusia, serta mampu menjadi khalifah dan ‘abd Allah.
Membangun pendidikan akal sehat untuk peserta didik Sekolah Menengah Atas sangatlah penting dizaman globalisasi saat ini. Perkembangan teknologi internet dan informasi menuntut setiap individu untuk pro aktif dalam menyaring informasi, karena informasi saat ini sangat cepat berkembang dan tidak sedikit informasi yang tersebar adalah berita bohong yang tidak bersumber kepada data. Informasi yang seperti inilah yang berbahanya karena menyesatkan akal manusia untuk mempercayai kebohongan.
SMA Muhammadiyah Al Kausar Progam Khusus menjadikan diskusi ke Islaman, kebangsaan dan kebudayaan sebagai pengembangkan daya pikir yang rasional, sistematis dan konkrit kepada peserta didik. Dengan diskusi pula peserta didik dapat mengasah kemampuan berbicara di depan teman-teman sebanyanya sehingga terciptalah jiwa kepemimpinan pada peserta didik.
Diskusi keislaman, kebangsaan dan kebudayaan merupakan miniatur seminar yang diprogamkan SMA Muhammadiyah Al Kausar Progam Khusus kepada peserta didiknya yang dilakukan secara rutin setiap minggu sekali pada hari jum;at pagi sebelum kegiatan belajar mengajar. Konsep pendidikannya yaitu dewan guru membagikan materi diskusi, pembicara, moderator dan notulensi kepada peserta didik. Para peserta didik yang mendapatkan jadwal pembicara wajib berkonsultasi materi yang akan disampaikan kepada guru pembina, sehingga guru dapat mengoptimalkan potensi yang ada pada peserta didik.
Pendidikan akal ini dimaksudkan untuk membentuk, membimbing, dan melatih kerja dan fungsi akal peserta didik agar berfungsi secara maksimal dan optimal, serta sesuai dengan fitrah,maksud, dan tujuan penciptaannya. Pada sisi lain, akal pun harus diatur, dikendalikan, dan dievaluasi agar fungsi dan kerjanya tidak menyalahi tata aturan yang ditetapkan oleh Allah swt, sebagai Pencipta-nya. Misalnya, al-Qur’an dalam QS al-An’am 116, menyebutkan salah satu kelemahan akal, yakni mengikuti prasangka (dzan).
Potensi akal yang digunakan untuk berpikir mempunyai fungsi-fungsi strategis yang terletak dalam bidang-bidang: Pengumpulan ilmu pengetahuan (collecting the knowledge). Memecahkan persoalan-persoalan yang kita hadapi (problem solving). Mencari jalan-jalan yang lebih efisien untuk memenuhi maksud-maksud kita (looking for the way).
Dengan demikian membangun kultur akal sehat berbasis diskusi keislaman, kebangsaan dan kebudayaan menjadi salah satu tujuan antara pendidikan, yakni ahdâf al–aqliyyah. Pendidikan akal sehat pada akhirnya akan berakumulasi dengan pendidikan pengembangan jasmani dan ruhani untuk mencapai tujuan akhir pendidikan islam, yakni insân kâmil (manusia seutuhnya) yang mempunyai kesadaran, pemahaman, dan pengamalan akan posisi dirinya di antara allah, alam, dan sesama manusia, serta mampu menjadi khalifah dan ‘abd allah.
Komentar Terbaru