Saat ini kita sedang menghadapi pandemi Covid-19. Sebagai seorang pelajar saya merasakan situasi dunia pendidikan sedang tidak baik-baik saja. Situasi ini menyebabkan pelajar bahkan mahasiswa harus hidup di luar kebiasaan proses belajar-mengajar karena pembelajaran dilakukan di luar kebiasaan sebelumnya. Pembelajaran daring akan membawa dampak tersendiri bagi para siswa, beberapa dampak tersebut adalah kebosanan, pemahaman yang kurang dalam materi yang diajarkan, dan kebutuhan kuota internet yang selalu bertambah.

Berdasarkan pengalaman pribadi penulis serta hasil komunikasi dengan teman-teman pelajar, kebosanan bisa terjadi karena tidak adanya interaksi dengan teman dan guru serta porsi beban belajar siswa yang banyak secara mandiri dan banyaknya tugas yang diberikan. Pembelajaran secara tatap muka sebelum pandemi menjadikan kebiasaan adanya interaksi sosial antar murid dan juga dengan guru. Begitu memasuki masa pandemi, semuanya secara tiba-tiba harus barubah menjadi pembelajaran secara daring sehingga kebiasan berinteraksi secara langsung menjadi hilang. Di awal pandemi kami dan para siswa belum mengalami kebosanan karena masih banyaknya anggapan para siswa bahwa sekolah diliburkan, bukan belajar secara mandiri. Proses ini lama kelamaan membuat para siswa menjadi bosan.

Ketidak adanya interaksi secara langsung membuat para siswa menjadi kurang dapat memahami materi yang diajarkan. Saat sebelum adanya pandemi siswa dapat langsung bertanya kepada guru atau berdiskusi dengan teman ketika kurang paham dengan materi yang diajarkan. Saat ini dengan sistem pembelajaran secara daring ketika siswa kurang paham terhadap materi yang diajarkan, siswa dituntut untuk mandiri atau bertanya kepada guru melalui media komunikasi. Tentunya hal ini banyak mengakibatkan keterbatasan bila dibandingkan dengan pembelajaran secara langsung atau tatap muka. Hal ini sama persis apabila harus berdiskusi dengan teman sekelas.

Pembelajaran secara daring dalam pelaksanaannya membutuhkan kuota internet. Materi yang disampaikan melalui video call, teleconference, ataupun melihat pembelajaran lewat tayangan video dari internet menyebabkan kebutuhan kuota internet yang bertambah dan tentunya secara signifikan akan menambah pengeluaran walimurid. Hal ini akan memberatkan walimurid secara keuangan.

Sebelum pembahasan yang lebih lanjut, penulis mengajak untuk memahami terlebih dahulu tentang pendidikan dan pembelajaran, Covid-19, dan pandemi Covid-19.

Apa itu pembelajaran?

Menurut UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dikutip dari Direktorat Pendidikan dan Pembelajaran, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Menurut KBBI pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan orang atau makhluk hidup belajar.

Apa itu pandemi?

Dikutip dari Alodokter pandemi adalah wabah penyakit yang terjadi secara luas di dunia. Menurut WHO yang dikutip dari detik news, WHO mendefinisikan pandemi sebagai situasi ketika populasi seluruh dunia ada kemungkinan akan terkena infeksi ini dan berpotensi sebagaian dari mereka jatuh sakit. Menurut KBBI pandemi adalah wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografi yang luas.

Dikutip dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Covid-19 (coronavirus disease 2019) adalah penyakit yang disebabkan oleh coronavirus jenis baru yaitu Sars-Cov-2, yang dilaporkan pertamakali di Wuhan, Tiongkok pada tanggal 31 Desember 2019. Covid-19 ini dapat menimbulkan gejala gangguan pernafasan akut seperti demam di atas 38°C, disertai dengan batuk dan sesak nafas bagi manusia. Selain itu dapat disertai dengan lemas, nyeri otot, dan diare. Pada penderita Covid-19 yang berat, dapat menimbulkan pneumonia, sindroma pernafasan akut, gagal ginjal bahkan sampai kematian.

Bentuk Covid-19 jika dilihat melalui mikroskop elektron (cairan saluran nafas/ swab tenggorokan) dan digambarkan kembali, bentuk Covid-19 seperti virus yang memiliki mahkota, yang dikutip dari berbagai sumber.

Dari penjelesan tentang pandemi dan Covid-19 diatas, dapat disimpulkan bahwa pandemi Covid- 19 adalah situasi ketika populasi seluruh dunia ada kemungkinan akan terinfeksi coronavirus jenis baru yaitu Sars-Cov-2 dan berpotensi sebagian dari mereka jatuh sakit.

Bahaya dan Pencegahan Covid-19

Dikutip dari tirto.id, bahaya Covid-19 yaitu transmisi yang cepat dan lebih mudah dibandingkan wabah SARS yang pernah melanda dunia pada tahun 2003. Penyebaran yang cepat ini membuat kasus positif Covid-19 di dunia mencapai 114.689.362 per Senin (1/3/2021) atau dalam kurun waktu 14 bulan sejak kasus pertama pada Desember 2019. Korban yang meninggal akibat terinfeksi Covid-19 mencapai

2.54.312 per Senin (1/3/2021), dikutip dari worldometer. Layaknya siluman, virus ini bisa menyerang seseorang tetapi orang tersebut tidak menunjukkan gejala-gejala terinfeksi Covid-19 atau yang biasa disebut OTG (Orang Tanpa Gejala).

Secara umum Covid-19 menyerang saluran pernafasan. Penyakit ini dapat menular dari manusia ke manusia lain melalui kontak erat dan droplet (percikan cairan pada saat bersin dan batuk). Droplet tersebut kemudian jatuh pada benda disekitarnya. Kemudian jika ada orang lain yang menyentuh barang yang sudah terkontaminasi dengan droplet tersebut, lalu orang tersebut menyentuh mata, hidung atau mulut, maka orang tersebut dapat terinfeksi Covid-19. Bisa juga seseorang terinfeksi Covid-19 melalui menghirup droplet atau aerosol dari penderita.

Melihat berbahayanya Covid-19, pihak SMA Muhammadiyah Al Kautsar PK Kartasura memutuskan untuk melakukan pembelajaran secara daring yang juga didasarkan atas Surat Edaran Kemendikbud No. 15 Tahun 2019 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disesae (Covid-19). Selain itu juga didasarkan oleh:

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan;
  2. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 33 Tahun 2019 tentang Satuan Pendidikan Aman Bencana.
  3. SKB Mendikbud, Menag, Menkes dan Mendagri Nomor 03/KB/2020 Nomor 612 Tahun 2020 Nomor HK.01.08/Menkes/502/2020 Nomor 119/4536/SJ tentang Perubahan atas Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 01/KB/2020, Nomor 516 Tahun 2020, Nomor HK.03.01/Menkes/363/2020, Nomor 440-882 Tahun 2020 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Corona Virus Disease (COVID-19).

Beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk mencegah penularan Covid-19 salah satunya adalah menghindari kerumunan karena ketika kita ada dikerumunan, maka tingkat risiko penularan akan semakin tinggi. Maka dari itu pemerintah membuat sistem pembelajaran secara daring, diharapkan dari sistem pembelajaran tersebut dapat mengurangi tingkat risiko penyebaran Covid-19.

Dalam menghadapi pandemi Covid-19, tentunya sekolah dan guru menyiapkan beberapa strategi. Hasil wawancara penulis dengan pihak sekolah SMA Muhammadiyah Al Kautsar PK Kartusura. Strategi sekolah dalam menghadapi ganasnya Covid-19 dan berbagai kendala yang menyertainya, yaitu:

  1. Berkaitan dengan kuota, kepala sekolah sudah membuka pembicaraan tentang kuota, semisal ada walimurid yang kesulitan bisa mengajukan keringanan, entah keringan SPP ataupun penangguhan pelunasan biaya pendidikan (biaya pendidikan saat masa pandemi menjadi lebih fleksibel). Ada beberapa siswa yang sudah mendapatkan subsidi kuota meskipun tidak full (kuota tersebut ada yang dari sekolah dan ada yang dari pemerintah). Beberapa anak yang terkendala kuota meskipun hanya satu-dua anak ada yang memanfaatkan wi-fi sekolah (walaupun tidak setiap hari dan tetap mengikuti protokol kesehatan).
  2. Berkaitan dengan pemahaman siswa, pihak sekolah menyediakan program SULTAN (konsultasi dan tanya). Sebenarnya jika siswa mampu memanfaatkan program tersebut dengan maksimal, maka siswa akan untung terutama bagi siswa yang suka tantangan dan semangat belajarnya tinggi (program tersebut tidak dijadwalkan tergantung dengan siswa yang menginginkan dan juga kesanggupan guru)
  3. Untuk mengatasi kebosanan siswa, pada saat bulan Oktober tahun 2020 sekolah mengenalkan program “Pekan No PR” yaitu berupa siswa tidak dibebankan tugas ataupun pekerjaan rumah (PR) dalam satu pekan setiap bulannya. Sesuai dengan perkembangan dan evaluasi program “Pekan No PR” serta didasarkan konsultasi sekolah dengan walimurid maka disusunlah program baru berupa “Catalist Week”. Program ini hampir sama dengan program sebulumnya dimana pada akhir minggu setiap bulan dari tanpa tugas diganti menjadi penyusunan suatu karya. Penyusunan suatu karya dimulai dengan siswa membuat proposal atau penyusunan proyek, jika disetujui maka siswa dapat melanjutkan proyek tersebut.
  4. Berkaitan dengan kurikulum, sekolah tidak dituntut untuk menyelesaikan seluruh kompetensi yang tertulis didalam silabus pemerintah (sekolah diberi kefleksibelan dalam memilah-milah materi). Mata pelajaran matematika, kimia, fisika, dan biologi materi yang diajarkan selain materi esensial, yaitu materi yang keluar dipenerimaan perguruan tinggi. Sedangkan selain mata pelajaran tersebut, lebih diarahkan ke manfaat dan pengaplikasian dalam kehidupan sehari-hari.
  5. Dalam segi protokol kesehatan, sekolah sudah memasang handsanitizer dan tempat cuci tangan di mana-mana, kemudian dari desain meja tentunya meja akan didesain sendiri- sendiri. Hal ini sebagai persiapan apabila pembelajaran secara tatap muka diperbolehkan.
  6. Dalam segi materi, semestinya guru lebih siap mengajar secara tatap muka dibandingkan secara daring.

Selain dari sekolah, guru sebagai pengajar tentunya telah menyiapkan strategi-strategi dalam menghapadi ganasnya Covid-19, dan berbagai kendala yang menyertainya. Strategi tersebut yaitu:

  1. Tidak menuntut harus sangat menguasai, karena bakat anak berbeda-beda, tetapi guru tetap mengetahui siapa saja anak-anak yang bisa, semua guru sudah memakai Google Meet dalam menyampaikan materi atau video pembelajaran untuk menyampaikan materi
  2. Capaian minimal pembelajaran adalah siswa mengetahui manfaat materi ajar dalam kehidupan sehari-hari serta dapat mempraktekannya.

Menurut ahli kebencanaan dari UPN Veteran Yogyakarta yaitu Dr. Eko Teguh Paripurno yang diwawancarai oleh penulis, strategi-strategi dalam menghadapi ganasnya Covid-19 dan berbagai kendala yang menyertainya yaitu:

  1. Covid-19 bukan suatu musibah karena musibah itu tidak diniatkan, sedangkan tidak ingin terkena Covid-19 itu harus diniatkan dan melakukan tindakan. Setiap orang pastinya tidak ingin terpapar Covid-19, sehingga harus mempunyai niat yang sungguh-sungguh untuk menghindarinya. Pembelajaran di sekolah semestinya harus dilakukan secara daring sebagai niat dan tindakan agar terhindar dari paparan Covid-19.
  2. Pembelajaran yang membosankan sebenarnya terbentuk dari psikologis para siswa itu sendiri. Kita sering menganggap sesuatu yang tidak kita sukai adalah hal yang membosankan. Caranya agar tidak bosan adalah memanfaatkan media sosial sebaik mungkin untuk mencari materi yang diajarkan, kemudian carilah inti dari materi tersebut. Langkah berikutnya, adalah mengembangkan inti materi dengan kreatif menjadi suatu materi yang utuh. Dengan siswa membuat materi sendiri, siswa tidak akan bosan dan lebih mudah memahami materi yang telah diajarkan, dibandingkan dengan membaca dan menonton saja. Langkah terakhir, saling bertukar materi dengan teman sekelas sehingga dapat mengevaluasi kekurangan materi yang kita buat.
  3. Adanya beberapa kali wacana untuk pembelajaran secara tatap muka, tentunya akan menghadapi risiko terpapar Covid-19. Jika berani menerapkan 5M (Memakai masker; Mencuci tangan memakai sabun dan air mengalir; Menjaga jarak; Menjauhi kerumunan serta; Membatasi mobilisasi dan interaksi), maka silahkan melakukan pembelajaran secara tatap muka. Hal ini tentunya memerlukan pertimbangan yang matang tentang risiko yang dihadapi. Sebagai contoh, jika Covid-19 itu dampaknya (akibatnya) nanti gatal maka orang akan berani mengambil risiko, tetapi karena Covid-19 itu dampaknya meninggal maka orang tidak akan berani mengambil atas risikonya. Kalau orang tidak paham atau tidak tahu maka orang akan berani mengambil risiko tersebut. Jadi jika ada teman yang semangat sekali untuk “ngeyel”, boleh jadi karena tidak paham atas risikonya. Jika tahu risikonya, pasti akan melakukan pembelajaran secara daring.

Kesimpulan dari artikel ini adalah:

  1. Dalam masa pandemi, sudah seharusnya setiap orang dapat mengetahui apa itu pandemi Covid- 19 dan memahami cara pencegahannya.
  2. Kegiatan pembelajaran pada saat Covid-19 semestinya dilakukan secara daring sampai ada keputusan yang memperbolehkan pembelajaran secara tatap muka.
  3. Sekolah sudah semestinya mempunyai strategi yang kreatif dan inovatif dalam melakukan pembelajaran secara daring agar siswa tidak mudah bosan dan bisa memahami materi yang diajarkan.
  4. Para siswa diharapkan dapat melatih diri untuk berpikir dan bertindak kreatif serta inovatif dalam melakukan pembelajaran secara mandiri melului media di internet.
  5. Pandemi Covid-19 tidak akan menjadi musibah jika setiap orang berpikir tentang risiko yang dihadapi, artinya pelaksanaan 5M adalah perwujudan dari manajemen risiko pandemi Covid-19.

oleh : Cueva Syunyata Ramadhani Jauhari