Oleh: Arini Alfa M, S.Pd, M.Pd

“MERDEKA ATAU MATI!!” sebuah mantra ajaib yang mampu menggetarkan setiap jiwa rakyat Indonesia zaman dulu. Ya, dulu. Dulu, ketika belum banyak manusia rakus yang tamak akan kekayaan. Dulu, ketika belum banyak manusia buta yang haus kekuasaan. Dulu, ketika belum banyak manusia malas yang enggan merubah keadaan. Lantas, bagaimana jika ada yang berkata dengan penuh keyakinan “Saya rela mati demi NKRI!!”. Ah, jangan percaya bisa jadi ada maunya. Seperti halnya yang terjadi baru-baru ini. Ngakunya supaya memperluas lapangan kerja yaitu dengan mempermudahkan investor asing masuk RI. Nyatanya justru dibuatlah aturan-aturan yang malah cenderung semakin mengeksploitasi lingkungan ibu pertiwi dan merugikan rakyat sendiri. Jika kamu benar-benar mencintai negri ini, tentu kamu akan merasa geram dan tidak rela jika bumi pertiwi harus dikuasai oleh tangan-tangan munafik yang hanya memikirkan diri sendiri.
Lantas, apa yang bisa dilakukan? Jika kamu adalah seorang pelajar, maka inilah saatnya untuk menunjukkan kesungguhan dalam belajar dan menuntut ilmu. Maksimalkan waktu di usia muda untuk menggali dan mengasah potensi karena dalam beberapa tahun ke depan kamu yang akan mengatur negri ini. Kamulah pemegang kunci nasib bangsa ini. Jangan sampai bumi pertiwi dikendalikan oleh orang-orang yang hanya bisa main papji (PUBG) tetapi minim wawasan sehingga mudah dikelabui. Jangan sampai bangsa ini dipimpin oleh orang-orang yang cinta mati dengan “para oppa dan ahjussi” tetapi mati rasa terhadap nasib saudaranya sendiri. Lalu, apakah cukup hanya dengan belajar dan menuntut ilmu? Tentu saja tidak. Ingat pesan para pendahulu bahwa dahulukan adab sebelum ilmu.
Sesungguhnya Indonesia punya banyak orang pintar namun hanya sedikit yang beradab dan bermoral. Jangan lupakan kasus Rudi Rubiandini (Mantan Kepala SKK Migas sekaligus Guru Besar ITB), Tafsir Nurchamid (Wakil Rektor Bidang SDM, Keuangan dan Administrasi Umum UI), serta Miranda S. Goeltom (Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia sekaligus akademisi UI) ketiga nama tersebut merupakan contoh kecil putra-putri terbaik bangsa yang cerdas namun minim akan adab dan moralitas sehingga tersandung kasus suap dan korupsi yang tentu saja tidak pantas. Itulah mengapa perlu digaris bawahi bahwa menjadi orang pintar itu penting tetapi menjadi orang yang beradap itu harus. Oleh sebab itu, bertepatan dengan hari jadi Indonesia yang sudah memasuki ¾ abad di tengah wabah yang belum usai ini, mari saling mengintropeksi diri. Sudahkah kita benar-benar menjadi manusia yang beradab dan bermoral yang bisa membawa dampak baik untuk bangsa ini? Sudahkah kita berkontribusi untuk kemajuan NKRI? Sudahkah kita setidaknya tidak menjadi parasit yang hanya bisa menambah beban ibu pertiwi? Sudahkah?

Komentar Terbaru